langit memanggilku untuk mendaki


"anak muda,apa yang kau lihat di bukit itu? hanya sekumpulan pohon tak bertuan saja toh?" Mengapa kau senang sekali sendirian kesana tohh le?' Tegur Nenek penjual makanan dibawah bukit Titung itu. Sambil tertawa renyah anak muda yang biasa di sebung Galang itu berbicara setelah menelan penuh gorengangnya "hehe.. mbah,aku cuma ingin mendekati langit di ketimggian,menengoknya dan berbahasa dengannya,langit itu yang menuntunku untuk terus selalu sesekali ke puncak-puncak yang tinggi mbah dan aku menikmatinya" menikmati proses yang aku lihat untuk menuju ke puncak bukit itu mbah,salah satunya saja aku bisa menjenguk mbak toh,membeli gorengan mbah,hahaha... " Nenek tua itu tertawa lepas juga "owalahhh le le.. bahasamu iku koyo wong penyair,arep dadi penyair gunung yo le? " sambil mengaduk kopi pesanan anak muda itu. Lalu berucap lagi "Nak,kehidupan kita itu seperti perjalanan kita menuju puncak bukit indah itu,di jalan akan ada banyak hal yang kita temui,ada banyak hal yang menjadi aral rintangnya,dari manusianya atau dari alam atau dari alat kita yang kita pakai,macam-macamlah dan semuanya itu jalan tanjakan dan sedikit turunan,butuh bekal bahkan teman kita untuk menuju puncak bukit indah itu,kadang bahkan kita bisa mati dalam perjalanan,membawa beban di pundak,banyak berdoa ketika dalam perjalanan,tubuh yang harus lebih kuat,kaki yang lebih panjang melangkah,hati yang terus bertekad baja bahwa mimpi kita itu di puncak bukit indah itu" Nenek itu berbicara tentang kehidupan panjang sambil menyerahkan kopi hangat yang langsung Galang Sambut meminumnya. Lalu lelaki muda itu menengok keluar menghadap langit dan mengucap "terima kasih " tersenyum dengan sepnuh bahasa hati.

Komentar

Postingan Populer