Keran yang mengucur deras


Tahu kura-kura (darat)? Binatang yang lambat gerakannya di muka bumi ini. Suruh dia balapan dengan kancil, pasti kalah telak--kecuali dalam dongeng2 pengantar tidur. Suruh balapan sama ayam, kambing, juga kalah. Tidak ada yang bisa diandalkan kura-kura. Sudah lambat, susah bergerak, ngelihatnya bergerak saja gemas. Tapi binatang ini hidup di mana2, di gurun, padang rumput, hutan, rawan, dsbgnya. Hidup? Ya iyalah, meski lambat, tidak bergigi, ternyata kura-kura ini tidak pernah cemas atas rezeki hidupnya. Setiap hari ada saja yang bisa dia makan. Setiap hari, ada saja yang membuatnya bertahan hidup. Bahkan, usia kura-kura bisa ratusan tahun. Bagaimana mungkin binatang 'selemah' ini bisa bertahan hidup selama itu? Seharusnya dia kalah telak dalam hukum rimba, siapa yang kuat dia yang menang. Apalagi kalau jadi manusia, wah, dengan gerakan selambat itu, nggak akan bertahan deh.

Tahu yang namanya koala? Binatang ini ngetop, sama ngetopnya dengan kanguru. Nah, berbeda dengan kanguru yang lincah loncat-loncat, maka si koala ini adalah salah-satu binatang paling 'malas' sedunia. Koala bisa 'tidur' 16-18 jam per hari. Bahkan ada yang bisa 22 jam per hari. Come on! Jadi kalau tidur selama itu, dia hanya punya waktu 2 jam buat ngapa2in gitu? Iya. Wah, binatang semalas ini harusnya tidak bertahan lama di tengah kejamnya hukum rimba. Apalagi kalau koala ini manusia, tidur doang kerjaannya, pasti banyak yang ngomel, mengundang penyakit, bahkan kerusuhan massal. Tetapi koala tetap bisa hidup. Rezekinya sama dijaminnya dengan kanguru yang lincah bergerak.

Maka juga demikian dengan semut yang kecil, ulat yang imut, ubur-ubur, harimau yang gagah perkasa, burung elang, semua binatang di dunia ini memperoleh rezeki hidupnya. Allah menjamin rezeki mereka. Persis seperti ditulis: Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya.

Apalagi manusia. Rezeki kita dijamin oleh Allah.

Kesadaran atas hal ini seharusnya memberikan kita banyak sekali pemahaman yang baik, bukan sebaliknya, mencari sisi-sisi pemahaman yang bisa disalahgunakan. Sebelum orang2 mendaftar versinya sendiri, saya akan daftar beberapa versi pemahaman tersebut:

1. Janganlah cemas atas rezeki kita.
Besar kecil keran rezeki itu, sudah ditentukan. Maka sepanjang terus bekerja sungguh2, melakukan yang terbaik, insya Allah rezekinya tiba. Jangan berkecil hati jika ternyata keran rezekinya pas-pas-an, itu sudah karunia terbaik yang diberikan. Apakah rezeki itu harus dijemput? Ya iyalah, masa' kayak koala saja, hanya tidur. Tapi poin paling pentingnya adalah: seberapa percaya kita bahwa rezeki kita itu datang dari Allah. Bukan dari pak bos, bukan dari atasan, bukan dari menyuap pejabat agar menang tender, bukan dari itu semua. Dan lebih super penting lagi: jangan sekali2 PD-nya bilang, rezeki itu karena kita. Oooh, ini sih karena sy giat bekerja, karena sy pintar, karena sy banyak koneksi, karena sy menerapkan jurus mencari rezeki dari buku apalah. Apalagi bilang, lihat tuh, sy punya karyawan 1000, sy semua yang ngasih rezekinya.

Nah, pertanyaannya. Orang-orang yang yakin rezeki itu datang dari Allah, apakah akan tetap tergoda untuk memperoleh rezekinya dengan cara buruk? Tidak akan. Gagal jadi PNS karena memutuskan jujur tdk menyuap, no problem, santai saja, boleh jadi keran rezeki yang dijanjikan Allah datang dari pekerjaan lain. Kaya raya karena berkongsi korupsi, sogok sana, kolusi sini, itu benar, dapat duit memang, seolah rezeki itu dari Allah juga, tapi itu sungguh ujian yang nyata bagi orang2 yang tidak percaya. Terlihat baik-baik saja, tapi sejatinya tidak. Ilusi hidup, tipuan diri sendiri.

2. Jangan rakus atas rezeki kita.
Binatang itu kadang 'lebih berakal' dibanding manusia. Binatang paling ambisius makan, paling mentok hanya hingga perutnya buncit, saking kekenyangan tidak bisa bergerak lagi--dan bisa membahayakan diri sendiri karena jika ada predator dia tdk bisa melawan. Banyak manusia lebih parah, sudah perutnya kenyang, masih terus menimbun harta kekayaan. Tidak pernah merasa cukup. Rakus sekali. Binatang itu, paling hanya punya satu sarang, manusia rakus ingin punya banyak rumah. Binatang paling banyak pasangannya ya satu kawanan, manusia bisa dimana2. Tidakkah kita bisa berhenti seperti binatang? Toh, nasibnya sama saja, kalau sudah game over, semua tertinggal di atas dunia, jadi bangkai busuk. Maka tidak perlulah berlebihan berlomba2 mengejar rezeki. Tidak akan ada pemenangnya dalam lomba ini. Mending lomba balap karung atau makan kerupuk, jelas pemenangnya.

3. Berbagi rezeki.
Anak kecil yang berangkat sekolah, membawa bekal makanan, ketika Ibu-nya bilang, "anakku, di dalam kotak ini ada bagian untuk teman2mu di sekolah ya. dikasihkan ke mereka.", nah, anak kecil yang oke, pasti akan selalu ingat pesan Ibunya. Setiba di sekolah, saat jam makan, akan dia bagikan isi kotak makanannya ke teman yang lain.

Orang dewasa kadang lebih bebal. Dibilangin; hei, di dalam rezekimu itu ada bagian orang lain, ada hak orang lain. Hampir semua orang dewasa pernah mendengar kalimat ini--ada yang berkali2 dengarnya, ada yang pura2 bego tidak pernah dengar, lupa. Mengucur keran rezekinya, tampung ke dalam ember, bawa pulang. Ini buat gue semua. Enak saja bagi2, tumpah sedikit sj saya ogah.

Saya mendengar ribuan kali orang2 ber-argumen: "saya mau kaya, agar sedekahnya banyak, infaqnya banyak". Mereka ini lupa, kisah tentang orang yg pengin kaya agar sedekahnya banyak, tapi ternyata dusta, setelah kaya ternyata lebih asyik dgn harta kekayaannya itu berserakan di mana2. Satu-dua diabadikan agar menjadi pelajaran. Coba baca sejarah Nabi. Jangan diulangi-lah. Mending alasannya: saya mau kaya, karena sy mau kaya. Toh, kaya raya tidak ada yang melarang.

Ingatlah selalu, banyak sedikit infaq kita itu tidak ada korelasinya dengan kaya miskinnya kita, Di dalam rezekimu itu ada bagian orang lain. Kalimat ini mengunci banyak hal. Mau besar, mau dikit, mau cukup, mau nggak, di dalam rezekimu itu ada bagian orang lain. Kecuali kalau kalimatnya begini: hei orang2 yang beriman, jika gajimu sebulan di atas 10juta, maka 2 juta bagian orang lain. Kalau dibawah itu, maka hei orang2 yang beriman, tidak perlu deh berbagi ke orang. Nah, baru berlaku argumen oh, sy harus kaya biar bisa bagi2.

Berapa banyak bagian orang lain? Itulah rahasia hebat wasiat ini. Tidak diberitahu. Agar masing2 bisa membuktikan seberapa tangguh kepercayaan kita atas janji2 Allah. Agar mudah mengukur, mana orang2 yg gombal saja, mana yang terus percaya.

Terakhir, kalian tahu ikan paus? Tidak terbayangkan, ikan paus sebesar itu, ternyata hanya minum air doang. Tentu saja sy bergurau, tidak hanya air; di dalam air laut itu banyak sumber protein, karbohidrat, dsbgnya. Tapi poinnya adalah: hei, ikan paus saja dijamin rezekinya oleh Allah. Bisa jadi gendut sekali. Dia hanya cukup mengikuti peraturan alam saja. Kapan harus bermigrasi, kapan harus bergerak, kapan harus berkembang biak. Ikut peraturan Allah, dijamin sudah rezekinya. Apakah ada ikan paus yang kaya? ikan paus yang miskin? Apakah ada binatang yang kaya? Binatang yang miskin? Aduhai, meski manusia suka mendiskreditkan binatang dengan istilah jahat: 'hukum rimba', 'dasar otak binatang'; kehidupan mereka jauh lebih lurus soal rezeki ini. Mungkin binatanglah yang berhak bilang: "hukum manusia", "dasar otak manusia".

Maka, tidakkah kita mau berpikir?


Sumber : Catatan Page Darwis Tere Liye

Komentar

Postingan Populer