KEBIJAKAN BBM : ANCAMAN ATAU PENGUATAN TERHADAP KETAHANAN ENERGI


Latar Belakang
Meningkatnya harga minyak mentah dunia yang lebih dari US$ 100/Barel memunculkan berbagai masalah atau dampak (multiplier effect ) bagi negara negara net importer  seperti Indonesia , sehingga menimbulkan peningkatan biaya beban hidup, biaya produksi barang dan jasa, inflasi dan bertambahnya tingkat kemiskinan. Bahan Bakar Minyak (BBM) sebagai produk olahan minyak mentah merupakan komoditas yang sangat krusial dan memiliki peranan strategis di dalam suatu negara karena krisis BBM yang berkepanjangan dapat mempengaruhi ketahanan energi suatu negara yang pada akhirnya berimplikasi buruk terhadap ketahanan nasional secara menyeluruh. 

Untuk mengantisipasi berbagai hal terkait kerawanan pasokan BBM dan meningkatnya harga minyak mentah dunia, maka pemerintah menawarkan tiga opsi kebijakan BBM. Yang pertama adalah dengan cara mencabut subsidi BBM kendaraan pribadi. Opsi ini mendapat reaksi keras dari masyarakat sehingga pemerintah menawarkan opsi kedua berupa penaikan harga BBM subsidi sebesar Rp. 1500,- per liter atau menjadi Rp. 6000,- / liter . Opsi inipun mendapat reaksi yang luar biasa dari masyarakat termasuk mahasiswa (banyak demo anarkis).  Opsi yang ke tiga adalah memberi subsidi konstan sebesar Rp. 2000,- /liter untuk bensin dan solar dan bukan biaya subsidi.

Kondisi dan Kebijakan BBM di Indonesia 
Menurut Indonesia Energy Outlook 2008 laju penurunan produksi minyak mentah indonesia adalah sekitar 4,4% per tahun sehingga pada tahun 2030 diperkirakan produksi minyak nasional sekitar 354 ribu Barel/hari dan harus mengimpor sebanyak 2,7 Juta Barel Crude Oil/hari. Dengan produksi dibawah 1 juta barel/hari maka Indonesia harus melepaskan kedudukannya sebagai anggota OPEC karena tidak mampu lagi megekspor minyak. Saat ini indonesia telah menjadi net importer yang harus mengimpor minyak mentah rata rata 400.000 Barel/hari.

Menarik untuk dicermati adalah mengapa di tahun 2012 ini pemerintah kembali begitu bersemangat melontarkan kebijakan BBM jangka pendek yang dalam beberapa hal ternyata kontradiktif dan kalau dicermati ternyata Indonesia belum berada di dalam kondisi BBM yang tingkat akut. Ketika pemerintah mengajukan opsi pertama beberapa bulan yang lalu yaitu pencabutan subsidi, alasan alasan klasik yang diajukan pemerintah antara lain : pengalihan premium ke pertamax yang mendukung program langit biru dimana pertamax lebih ramah lingkungan, peningkatan diversifikasi energi dan pengurangan penggunaan BBM melalui konversi BBM ke Gas (CNG dan LGV) dan meningkatkan ketahanan energi. 

Namun ketika opsi kedua diajukan, alasan utama pmerintah adalah untuk menyehatkan postur RAPBN 2012. RAPBN kita disusun atas dasar harga minyak mentah (crude oil) dan dalam RAPBN 2012 patokan ICP (Indonesia Crude Price) yang dipakai adalah US$ 90/Barel sementara realisasinya adalah US$ 115,91/Barel pada bulan Januari 2012 dan sekarang sudah mencapai US$121,75/Barel. Peningkatan ini membutuhkan alokasi sebesar Rp. 60, 4 triliun dan tambahan ini hanya dapat diperoleh melalui kenaikan BBM. Alasan lain adalah pertumbuhan kendaraan bermotor di Indonesia yang kian membesar. Data kalkulasi pada tahun 2011 terdapat 800 ribu unit motor dan 900 ribu unit mobil (yang terjual) artinya lebih dari 1 juta kendaraan terjual di tahun itu. Sementara konsumsi kendaraan BBM subsidi mencapai angka 41,8 juta KL, sementara kuotanya hanya 40 juta KL.

Dengan kenaikan harga bensin dan solar sebesar Rp 1500,- dapat meningkatkan inflasi 2,15 persen , naiknya angka kemiskinan 0,98 persen , penurunan kemampuan daya beli masyakrakat sebesar 2,10 persen dan menghasilkan penghematan subsidi BBM sebesar Rp 31,58 Triliun. Sedangkan opsi ketiga mampu menaikan angka kemiskinan 1,15 persen dengan penghematan sebesar 25,77 triliun.
Ketahanan Energi
Kebijakan Energi (dalam hal ini BBM) yang tidak tepat, baik untuk negara pengimpor dan pengekspor dapat menimbulkan ancaman yang serius terhadap ketahanan Energi suatu negara. Sehingga ancaman yang mungkin terjadi akibat kebijakan BBM yang keliru yaitu :
  1. Ancaman non fisik seperti harga minyak mentah yang berfluktuatif diluar perkiraan, pemborosan atau inefisiensi energi (BBM) , manajemen BBM yang kacau dan perdagangan gelap (black market) BBM. 
  2. Ancaman fisik seperti sabotase terhadap infrastruktur BBM dan sumber sumber lain non BBM, jumlah kendaraan bermotor yang meningkat tajam , tidak ditemukannya sumber minyak baru , kilang BBM yang semakin menua, dan stok cadangan BBM yang terbatas.
Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) memberikan sinyal kepada pemerintah bahwa stok cadangan BBM Indonesia hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan selama 20 hari saja, sehingga sangat rawan akan ketahanan Energi. Angka tersebut jauh dengan stok minyak singapura yang mencapai 120 hari dan Jepang 107 hari. Padahal kita tahu kedua negara tersebut tidak memiliki deposit minyak bumi. 

Beberapa masalah kemudian menyusul seperti Ketahanan IPTEK Indonesia yang masih rendah, penguasaan teknologi Eksplorasi dan Eksploitasi yang masih kurang memadai . Masalah yang lain yaitu Bagi hasil sektor pertambangan migas yang belum adil. Saat ini di Indonesia beroperasi beberapa kontraktor minyak asing . Para kontraktor tersebut menguasai sekitar 65% atau 329 blok migas, sementara perusahaan nasional hanya menguasai 24,27% dan selebihnya adalah patungan antara perusahaan asing dan nasional. Para kontraktor asing hanya wajib menyetor 25% dari hasil produksi mereka untuk kebutuhan domestik. Kondisi ini jelas merugikan Indonesia sebagai pemilik cadangan migas. Oleh karena itu tidak mengherankan jika Ketahanan Energi Indonesia sangat rentan. 

Kompleksitas beberapa faktor ini pada akhirnya mempengaruhi kondisi ketahanan Energi di Indonesia. Perlu upaya untuk memeperbaiki keadaan ini salah satunya dengan Melakukan transfer of knowledge dan transfer of technology dalam bidang Energi dan peningkatan IPTEK yang bertumpu pada ketersediaan SDA karena IPTEK adalah kunci keberhasilan penguatan ketahanan energi. Untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus bertambah maka penggunaan semua energi alternatif yang feasible dan proven , seperti energi geothermal dan energi hidro terus dilakukan, sementara energi surya, angin dan gelombang laut yang memiliki potensi besar juga telah mulai dieksploitasi secara intensif. Salah satu pendekatan yang banyak dilakukan adalah pemakaian energi hidrogen sebagai bahan bakar bersih pengganti energi fosil. Energi hidrogen sangat melimpah dimana lautan, sungai dan danau sebagai sumber air tak terbatas yang dapat dikonversi menjadi gas hidrogen dalam skala yang sangat besar. 

Penutup 
Kebijakan energi yang tidak tepat dan tidak didasarkan pada kepentingan nasional, bersifat sporadis dan tidak dihasilkan dari pemikiran yang serius bukannya memperkuat ketahanan energi namun sebaliknya dapat mengancam ketahanan energi yang pada gilirannya mengancam ketahanan nasional.

Mengatasi defisit APBN 2012 dengan meminta rakyat membayar kekurangannya melalui kenaikan harga BBM bukan merupakan solusi yang cerdik, Kedepan pemerintah harus lebih cerdas mencari solusi defisit ini tidak dengan cara cara yang pragmatis

Kebijakan BBM seyogyanya tidak mengikuti mekanisme pasar semata namun pemerintah harus ikut menetapkan secara administratif dengan mempertimbangkan efisiensi di segala aspek.

Penguatan ketahanan energi dapat dimaksimalkan antara lain melalui penghematan energi dan penggunaan energi terbarukan maupun energi tak terbarukan yang diproses supaya ramah lingkungan, mempercepat penguasaan teknologi di bidang Eksplorasi ( Geofisika, Geologi) , Konversi, Pengelolaan dan Pengembangan energi Terbarukan. Terobosan teknologi melalui teknologi nano (yang sedang diwacanakan juga perlu dikembangkan lebih lanjut) dapat mengurangi biaya operasional dan harga Energi terbarukan maupun tidak terbarukan akan lebih murah dimasa depan.

Referensi :
Diskusi bersama Pusat Studi Energi UGM
Diskusi bersama DR. Andang Bachtiar (Geologist dan Pengamat MIGAS).
Diskusi publik  forum mahasiswa Migas.
Sumber di media massa, internet dan televisi.

Komentar

Postingan Populer