Aku dan Jumatku kala itu
Aku
di jumat menuai indah ini, terpaku dalam balutan luka yang silih berganti, tapi
bumi memberi embun tiada henti, memberi kesejukkan dan bumi membangunkanku tuk
memuji Maha Tinggi, jejak jejak laki laki tak bertungkai, membenamkan kakinya
kelumpur, dan mencoba tuk berenang, menunggu ombak datang meredakan tanah hutan
gambut yang membalut penuh lumut, kakinya kaku berliku penuh luka,
Keruh
tak beriuh jenuh, jumat berkah penuh rahmah, Waktu pernah mematahkan asaku,
tapi kamu melebihi waktu yang telah kubangun,Dan meruntuhkan bangunan itu,
sayap sayap burung pelatuk bergemul dengan pohon oek, kembali terbang menuruni
rerumputan, terkepak kepak hembusan angin menerpa hijaunya savana,
Aku
bersedu sedan tak menentu, terhalang kabut senja itu. Ahhh manusia mengapa ia
sendiri, alam menyerukan pelajaran terluas meneteskan embun embun kehidupan
pada daun otak manusia, terkadang kita tak mengerti apa yg bisa kita lakukan
untuk orang lain, untuk diri sendiri saja kita tidak tahu, kita dilahirkan tak
menuai apa-apa, kita hidup menuai berjuta karya atau dosa itulah pilihannya,kita
mati memetik buah nafas sebelumnya.
Aku
terhujam di sudut kamarku sendiri, menyendiri menyepi dari kehidupan, tetapi
masih saja kabut itu menghalangiku, sempat aku memaki kehidupan, tak lepas
jarangnya aku memuji Pemilik Langit, manusia tidak tahu apa ia ingin dilahirkan
atau tidak, tetapi manusia tahu, Sang Maha Tinggi itu menciptakan embrio
kehidupan yang menjaga alamNya, tetapi manusia itu sendiri menghilangkan
fitrahnya itu karena nafsu jua yang mengikatnya, aku duduk terusudut termenung,
dan terkadang mengecam mengapa aku dilahirkan begini,
Apakah
Aku tak kenal siapa Malaikat tanpa sayap yang membenamkan spermanya kedalam
ovum Seorang wanita yang ada surgaku ditelapak kakinya yang telah meminjamkan
separuh nyawanya untukku. Aku terkadang berlari tak kenal batas, aku terlepas
tak kenal alas, rusakku membahana menduri dalam daging, celupan api itu selalu
menghantui, bagi mereka yang sadar menjadi pendosa,
sepertinya
manusia terkadang terlahir kikir, meminta dahulu baru ia memberi, mengambil
tanpa memelihara, menyela dan selalu ingin dipuji,
Manusia
terkadang terlahir merasa besar, senangnya menindas yang kecil, berbuat
semaunya karena adijaya, merangkul sekarung intan dan memakannya, menjilati
raja tuk sebongkah emas, merudupaksa bumi, dan mengambil berlian didalamnya,
Aku
di sedu sedan itu, mencoba merenungi makna diri, mencoba melucuti kegelapan
dalam bayangan, terangsang keluar mencari setitik warna putih dihidup. Aku dan
jumatku.
Dalam
renungan subuh,Jumat, 18 Mei 2012/05.30 Oleh Makhluk Hina yg ingin
dimuliakanNya
Komentar
Posting Komentar