“AKU INGIN MEMBACA QUR’AN UNTUK IBUKU”
Bismillahirohmanirohim,
Kembali lagi anak kurang kerjaan,hehe.. ga juga sih coba
membgi kisah Inspiratif yang kedua . sebuah kisah yang menyentuh hati harapan
indah seorang Ibu kepada anaknya dan bakti anak kepada ibunya. Ini cerita dari
seorang guru ngaji “Guru ngaji yang sholeh ya guys ^_^
“ahmad berumur sebelas tahun ketika ibunya (orangtua
tunggal) mengantar untuk kelas Qira’ati (membaca Alqur’an). Saya suka anak-anak
itu memulai belajar membaca Alqur’an di awal usia,terutama anak laki-laki. Aku
sampaikan itu pada ahmad. Namun ahmad menyampaikan alasannya,bahwa ibunya
selalu berharap dapat mendengar bacaan Alqur’an darinya. Ahmad memulai
pelajaran Qira’atinya dan sejak saat itu aku berfikir ini merupakan pekerjaan
sia-sia. Meskipun aku sudah berusaha keras mengajarinya,ia tampaknya belum bisa
mengenal huruf-huruf hijaiyah dan tidak bisa menalar bagaimana membacanya. Namun
ia patuh terus membaca Alquran sepeerti yang ku wajibkan untuk semua
murid-muridku.
Dalam beberapa bulan ia terus berusaha sementara aku menyimak bacaannya dan terus menyemangatinya. Di setiap akhir pekan ia selalu berkata “ibuku akan mendengarku membaca Alqur’an suatu hari,pak Ustadz” di balik itu aku melihatnya tidak bisa di harapkan,ia tidak berbakat! Aku tak mengenal ibunya dengan baik. Aku hanya sempat melihatnya dari kejauhan ketika ia mengantar atau menjemput ahmad dengan mobil tuanya. Ia selalu melambaikan tanganya kepadaku tapi tak pernah berhenti untuk masuk kelas.
Suatu hari, ahmad berhenti
dari mendatangi kelas kami. Aku pernah berniat menelponnya tetapi kemudian
berfikir mungkin ia memutuskan untuk melakukan hal lain. Mungkin ia akhirnya
menyadari akan ketiadaan bakatnya dalm Qiraati. Aku juga merasa lega dengan
ketidakhadirannya. Ia bisa menjadi iklan yang buruk bagi kelas Qiraatiku!.
Beberapa minggu kemudian,aku mengirimkan selebaran kepada
murid-muridku di rumah akan adanya acara
pembacaan Qiraah AlQur’an. Tak disangka, Ahmad (yg juga menerima pengumuman
itu) menanyakan apakah ia diperkenankan untuk tampil membaca qiraah Alqur’an. Aku menyatakan bahwa
sebenarnya acara ini untuk murid yang masih aktif saja dan karena ian sudah
tidak pernah hadir lagi,maka ia tidak berhak tampil. Ia menyatakan bahwa ibunya
akhir akhir ini sakit dan tak bisa mengantarnya ke kelas. Ia juga menyatakan
bahwa dirinya masih terus berlatih Qiraati di rumah meskipun tidak masuk kelas.
“Utadzah,... aku harus ikut membaca Qiraah”! Paksanya
kepadaku. Aku tak tahu apa yang menyebabkanku akhirnya memperbolehkannya ikiut
tampil. Mungkin karena tekad ahmad yang kuta atau ada bisikan hatiku yang
menyatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Malam acara pembicaraan qiraah itu telah tiba. Gedung olah raga sekolah telah dipenuhi para orang tua murid,teman-teman dan sank saudara. Aku tempatkan ahmad pada giliran terakhir sebelum aku sendiri yang menutup acara dengan ucapan terimakasih dan pembacaan qiraah penutup. Aku berpikir bahwa jika penampilan Ahmad merusak acara ini maka itu terjadi di akhir acara dan aku bisa “menyelamatkan” penampilan buruknya dengan penampilanku sendiri.
(Bersambung)
Lanjutannya..?
BalasHapus